Poligami Menurut Prof. Dr. Quraish Shihab
Bagaimana sebenarnya poligami menurut ahli tafsir al-Qur’an di Indonesia? Prof. Dr. Quraish Shihab dalam bukunya Perempuan mengatakan boleh tidaknya poligami dari sejarah bermulanya agama Islam. “Kita tidak dapat membenarkan siapa yang berkata bahwa poligami adalah anjuran dengan alasan bahwa perintah di atas dimulai dengan bilangan dua-dua, tiga-tiga atau empat-empat, baru kemudian perintah bermonogami kalau khawatir tidak dapat berlaku adil,” tulisnya.
Beliau lalu menjelaskan kondisi Rasulullah Saw. ketika menjalankan poligami, antara setelah dan sebelum istri pertamanya Khadijah RA. meninggal dunia. Rasulullah SAW. bermonogami selama 25 tahun. Lalu setelah 3 atau 4 tahun sesudah wafat Khadijah RA. Beliau baru menggauli Aisyah RA, artinya beliau berpoligami hanya dalam waktu sekitar 8 tahun, jauh lebih pendek daripada hidup bermonogami beliau,” tambahnya kemudian. Ia melanjutkan rentan waktu Rasulullah Saw. yang bermonogami jauh lebih lama daripada berpoligami. Terlebih lagi, ia mempertanyakan kenapa di Indonesia kecenderungan yang ada adalah mencontoh sesuatu yang tidak masyhur tersebut. “Jika demikian, mengapa bukan masa yang lebih banyak itu yang diteladani?” jelasnya.
Poligami Menurut Pandangan MUI
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas menyayangkan pernyataan salah seorang anggota Komisi Nasional Perempuan yang menyebut praktik poligami bukan ajaran Islam. Abbas mengatakan, pernyataan demikian sejatinya tidak berdasar dan menyesatkan. "Tidak berdasar dan menyesatkan," ujar Anwar Abbas (sumber : CNNIndonesia.com, Minggu (16/12). Pernyataan Abbas merespons pernyataan anggota Komnas Perempuan, Imam Nahe'i yang menyatakan bahwa poligami bukan ajaran Islam.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan, poligami adalah salah satu diantara syariat Islam. "Banyak kita temukan dalil atau hujah baik itu di dalam Al-Qur'an maupun Al-Hadits yang membolehkan seorang Muslim melakukan poligami. Meskipun demikian dalam prakteknya tidak mudah dilakukan oleh setiap orang karena ada beberapa persyaratan yang cukup berat," kata Zainut melalui siaran pers, (Sumber : Berita Satu. Senin(17/12).
Lanjut dia, persyaratan tersebut misalnya, pertama seorang pelaku poligami, harus memiliki sikap adil di antara para istrinya. Kedua, harus semakin meningkatkan ketakwaannya kepada Allah. Ketiga, harus dapat menjaga para istrinya, baik menjaga agama maupun kehormatannya. Keempat, wajib mencukupi kebutuhan nafkah lahir dan batin para istri dan keluarganya.
Meski begitu, Zainut mengatakan, para ulama berbeda pendapat setidaknya terbelah menjadi dua. Pertama, kalangan Syafiiyah dan Hanbaliyah yang tampak menutup pintu poligami karena rawan dengan ketidakadilan sehingga keduanya tidak menganjurkan praktek poligami. Sementara kalangan Hanafiyah menyatakan kemubahan praktik poligami dengan catatan calon pelakunya memastikan keadilan di antara sekian istrinya.
Sedangkan di Indonesia sesuai dengan ketentuan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 4 ayat (1) poligami dapat dilakukan dengan beberapa persyaratan antara lain mendapat ijin dari Pengadilan Agama yang dikuatkan oleh persetujuan dari istri/istri-istrinya, memiliki jaminan kemampuan memberikan nafkah kepada keluarganya dan kewajiban berlaku adil kepada istri-istri dan anak-anaknya.
Berikut syarat yang harus dipenuhi untuk dapat melegalkan poligami.
Dipost : 07 November 2019 | Dilihat : 39103
Share :