Kumpulrejo - Enggan Di Vaksin Kapan Kita Bebas Dari Covid 19

Enggan Di Vaksin Kapan Kita Bebas Dari Covid 19

KUMPULREJO.DESA.ID - Pelaksanaan vaksinasi covid-19 didesa sudah berjalan. Diawali dengan vaksinasi para lansia yang berusia 60 tahun keatas (dalam jumlah terbatas) dan dilanjut vaksinasi untuk kepala desa beseerta perangkat desa yang sudah dosis kedua. Giliran pendataan peserta vaksinasi kepada warga yang berusia 15 tahun keatas dengan prioritas usia lansia mendapati kendala. Banyak warga enggan mendaftarkan diri. Senin, 29/03/2021.

Antusias warga yang mendaftar menjadi peserta vaksinasi sangat beragam sekali ada yang mayoritas satu RT mendaftar semua, ada yang sebagian bahkan yang paling ironis adalah hanya beberapa saja yang mendaftar itupun dihitung dengan jari belum genap.

Dikutip dati Detik.com, Indikator Politik Indonesia mencatat 41 persen masyarakat Indonesia tidak atau kurang bersedia divaksin vaksin Covid-19. Masyarakat masih memiliki ketakutan akan tingkat keamanan dari vaksin.

Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi saat merilis secara virtual hasil survei Indikator: ‘Siapa Enggan Divaksin? Tantangan dan Problem Vaksinasi Covid-19,’ “Dari 41 persen orang yang nggak bersedia divaksin tadi itu, 54 persennnya, lebih dari separuh, merasa vaksin itu efek sampingnya mungkin masih ada yang belum ditemukan atau tidak aman,” ujarnya.
“Kenapa mereka kurang bersedia? Karena vaksin dianggap punya efek samping yang belum kelihatan sekarang,” jelasnya. 

Kemudian survei menunjukkan masyarakat menilai vaksin itu tidak efektif.

Ada 27 persen masyarakat memberikan alasan tersebut ketika ditanya mengenai kenaoa tidak atau kurang bersedia divaksin.
Sebanyak 23,8 persen masyarakat beranggapan dirinya tidak membutuhkan vaksin tersebut karena merasa badan sehat.
Adapula masyarakat tidak bersedia divaksin karena tidak mau membayar untuk dapat vaksin Covid-19.
“Sebanyak 17,3 persen masih ada yang beranggapan vaksin itu tidak digratiskan,” ucapnya
Kemudian ada juga masyarakat yang menjawab vaksin mungkin tidak halal, jumlahnya 10,4 persen.
Ada pula yang beranggapan (5,9 persen) drinya tidak perlu divaksin, karena ada banyak orang akan mendapat vaksin.
“Ada pula yang menjawab, saya tidak mau masuk persengkongkolan perusahaan farmasi yang membuat vaksin.”
Kemudian ada juga masyarakat yang menjawab vaksin mungkin tidak halal, jumlahnya 10,4 persen.
Ada pula yang beranggapan (5,9 persen) drinya tidak perlu divaksin, karena ada banyak orang akan mendapat vaksin.
“Ada pula yang menjawab, saya tidak mau masuk persengkongkolan perusahaan farmasi yang membuat vaksin.”
Kemudian kata dia, ada 11 persen masyarakat yang menjawab hal yang lain.

Atas semua alasan itu, dia menilai pemerintah harus menjelaskan vaksin Covid itu tidak punya efek samping yang berbahaya dan alasan lainnya. Sehingga nantinya bisa tercapai herd immunity.

Indikator Politik Indonesia melakukan survei ini pada 1 hingga 3 Februari 2021, dengan 1.200 responden menggunakan metode simple random sampling. Adapun toleransi kesalahan atau margin of error sebesar kurang lebih 2,9 persen. Sampel responden berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional, dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.

Dengan situasi pandemi Covid-19, Indikator Politik Indonesia melaksanakan survei dengan kontak telepon kepada responden. Melalui temuan ini, menurut dia, terjadi mis-informasi di tengah masyarakat. Untuk itu ini adalah kerja bersama semua pihak untuk memberikan informasi yang tepat seputar Covid-19. 

Dikutip dari Kompas.com, wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Edward Hiariej menyatakan, masyarakat yang menolak vaksin dapat dijatuhi pidana paling lama 1 tahun penjara. Karena vaksinasi COVID-19 adalah bagian dari kewajiban seluruh warga negara untuk mewujudkan kesehatan masyarakat. Ketentuan pidana bagi penolak vaksinasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pasal 93 menyebutkan, "Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan/atau menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat bisa dipidana dengan penjara paling lama satu tahun dan/atau denda maksimal 100 juta.

*


Dipost : 29 Maret 2021 | Dilihat : 1663

Share :